Jumat, 07 Januari 2011

Untung dari usaha nasi goreng

Siapa tak suka nasi goreng? Jawabannya, hampir pasti semua suka menyantap salah satu makanan paling populer di Indonesia ini. Makanya, tak sulit mencari penjual nasi goreng terutama di malam hari. Memang, panganan tersebut paling sip dinikmati saat matahari tertidur lelap.

Itu yang mendorong Sartomo membuka usaha nasi goreng di Sidoarjo, Jawa Timur, dengan bendera Nasi Goreng 69. Setelah empat tahun menekuni bisnis ini, sejak enam bulan lalu, ia menawarkan waralaba usaha nasi gorengnya.

Saat ini, Nasi Goreng 69 memiliki empat terwaralaba mendampingi 16 cabang yang tersebar di Sidoarjo, Surabaya, Malang, dan Banyuwangi.

Gerai milik mitra Nasi Goreng 69 bercokol di Malang, Surabaya, Madiun, dan Magelang. "Februari nanti kami akan membuka dua waralaba di Jakarta dan satu di Sumatra," kata Sartomo. Dia juga sedang mempertimbangkan 9 calon terwaralaba lagi.

Selain menjual berbagai varian nasi goreng, seperti nasi goreng sosis, ikan asin, dan ayam, Nasi Goreng 69 juga menjajakan 40 menu lain. Misalnya, nasi ayam cah jamur, mi goreng, dan capcay .

Nasi Goreng 69 menawarkan tiga paket waralaba. Pertama, konter di food court dengan investasi Rp 115 juta. Kedua, restoran dengan nilai investasi Rp 180 juta. Ketiga, gerobak dengan investasi Rp 40 juta. "Paling banyak terwaralaba mengambil paket restoran. Paling sedikit yang ambil gerobak," kata Sartomo.

Seluruh paket mendapat hak guna merek selama tiga tahun, pelatihan karyawan, dan seragam karyawan. Pelatihan karyawan berlangsung satu bulan dan pendampingan dua pekan.

Paket investasi juga termasuk bumbu masakan yang sudah dikemas langsung oleh Nasi Goreng 69 di Sidoarjo, Jawa Timur. Terwaralaba butuh lahan minimal seluas 90 hingga 200 meter persegi untuk membuka restoran.

Supervisor Nasi Goreng 69 akan datang secara rutin untuk memastikan kualitas kerja dan kuantitas penjualan. "Terwaralaba tidak akan kami tinggal sendiri," ujar Sartomo. Pendampingan ini berlangsung sejak pemilihan lokasi.

Untuk paket pertama dan kedua, Sartomo mengutip supporting fee 3% setiap bulan dan biaya royalti 3% setiap bulan mulai tahun kedua.

Ia memperkirakan, terwaralaba paket pertama bisa membukukan omzet sekitar Rp 50 juta per bulan dan bakal balik modal 8,5 bulan. Adapun untuk paket kedua, omzetnya diperkirakan sekitar Rp 70 juta perbulan, dan si mitra bis abalik modal dalam 13 bulan.

Untuk paket ketiga besaran supporting fee dan biaya royalti masing-masing 2%. Sartomo memprediksi omzetnya sekitar Rp 18 juta-Rp 25 juta per bulan dan di mitra dapat balik modal dalam 8 bulan.

Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar mempertanyakan perhitungan jumlah pembelinya. "Kita jangan bicara dulu omzet, itu bukan patokannya. Yang harus dihitung berapa jumlah konsumen," katanya. Meski begitu, ia menambahkan, hitungan omzet Nasi Goreng 69 masuk akal. (http://peluangusaha.kontan.co.id)
loading...

0 comments:

Terimakasi atas kunjunganya, Silahkan tinggalkan pesan..
Komentar Anda sangat berarti bagi kami